Kamis, 27 Agustus 2009

PCMAV / PC MEDIA TERBARU (2.1) DITUNGGANGI VIRUS








HATI - HATI DOWNLOAD PCMAV / PC MEDIA TERBARU PCMAV 2.1 MELALUI INTERNET (ZIDDU, AKHDIAN, MASEKO, DLL) KARENA AVIRA MEN-DETEC SEBAGAI VIRUS "Win32.Induc.A".Silakan buka/drag file zip-nya (PCMAV.CLN) dengan Winrar, dan AVIRA akan segera mengeksekusinya.



[+/-] Selengkapnya...

HADIS - HADIS PALSU YANG POPULER SEPUTAR RAMADHAN

Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakaatuh. Bismillahirrahmaanirrahiim.
Dari Abu Hurairah r.a, dia berkata, “Telah bersabda Rasulullah saw, ‘ Barangsiapa yang berdusta atas (nama) ku dengan sengaja, maka hendaklah dia mengambil tempat tinggalnya di neraka”. ( HR. Imam Bukhari, Muslim )
Saya sampaikan risalah ini dengan tujuan sharing semata (wa tawaa shoubil haq) supaya kita lebih selektif dalam membawakan hadis agar tidak terkena ancaman hadis di atas, tidak ada niat untuk menggurui atau menyalah-nyalahkan siapapun. Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan menjadi amal saleh di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hadis Pertama :

“ RAMADHAN AWALNYA RAHMAT, PERTENGAHANNYA AMPUNAN, DAN AKHIRNYA PEMBEBASAN DARI NERAKA ”

(Lihat, Kitab adh-Dhu`afa, oleh al’Uqailiy, 2/162; al-Kamil Fi Dhu’afa ar-Rijal, oleh Ibnu `Adiy, 1/165; Ilal al-Hadits, oleh Ibnu Abi Hatim, 1/246; Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah wa al-lMaudhu`ah, oleh al-Albaniy, 2/262; 4/70)

Hadis tersebut diriwayatkan al-Uqaili, Ibn Adiy, al-Khatib al-Baghdadi, al-Dailami, dan Ibn Asakir. Menurut Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, hadis ini nilainya munkar, yaitu hadis yang di dalam sanadnya terdapat rawi yang parah kemampuan hafalannya, pelupa, atau sering melakukan maksiat (fasiq). Hadis munkar adalah termasuk hadis yang dikategorikan sangat lemah dan tidak bisa dijadikan hujjah. Ia menempati ranking ketiga dalam urutan hadis-hadis yang paling parah kedhaifannya sesudah hadis matruk (semi palsu) dan maudhu (palsu).
Sumber kelemahan hadis ini adalah adanya dua orang rawi dalam sanadnya, masing-masing bernama Sallam bin Sawwar dan Maslamah bin al- Shalt. Menurut kritikus hadis Ibnu Adiy (w. 365 H), Sallam bin Sawwar (Sallam bin Sulaiman bin Sawwar) adalah munkar al-Hadis. Sedangkan Maslamah bin al-Shalt adalah matruk. Secara etimologis matruk berarti ditinggalkan. Sedangkan menurut disiplin ilmu hadis, matruk adalah rawi yang sehari-harinya pendusta (sering berkata dusta) dan ketika meriwayatkan hadis ia dituduh dusta. Hadis yang rawinya seperti itu disebut hadis matruk. Hadis matruk adalah ‘adik’ hadis maudhu (palsu), karena kedua-duanya lahir dari rawi yang pendusta.
Hadis ini juga diriwayatkan Imam Ibnu Khuzaimah dengan redaksi yang sangat panjang. Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Ali bin Zaid bin Ju’dan. Menurut tokoh kritikus hadis Imam Yahya bin Ma’in, ia tidak dapat dijadikan hujjah. Menurut Imam Abu Zur’ah, ia tidak kuat hadisnya. Dan begitu pula menurut imam-imam yang lain. Dalam kaidah ilmu kritik rawi hadis (Ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil), rawi yang mendapatkan penilaian seperti yang di atas tadi, apabila ia meriwayatkan hadis, maka hadisnya tidak dapat dijadikan dalil dalam agama.

Hadis ke Dua :

“ KAMI ADALAH ORANG-ORANG YANG TIDAK MAKAN MELAINKAN KETIKA LAPAR, DAN APABILA KAMI MAKAN KAMI TIDAK SAMPAI KENYANG ”

Ungkapan yang sangat populer dalam ceramah-ceramah Ramadhan ini ternyata bukan hadis. Dalam kitab al-Rahmah fi al-Thibb wa al-Hikmah karya Imam al-Suyuthi disebutkan, ungkapan tersebut adalah perkataan seorang dokter dari Sudan. Ketika ditanya oleh raja Kisra, “Kalau begitu menurut kamu, obat apa yang tidak mengandung akibat sampingan?”. Dokter dari Sudan itu menjawab, ”Wahai Tuanku, obat yang tidak mengandung akibat sampingan adalah Anda tidak makan kecuali sesudah lapar. Dan apabila Anda makan, angkatlah tangan Anda sebelum Anda merasa kenyang. Apabila hal itu Anda lakukan, maka Anda tidak akan terkena penyakit kecuali penyakit mati.” Mendengar jawaban itu, dokter-dokter lain membenarkannya. Demikian penuturan Imam al-Suyuthi. Oleh karena itu, apabila ungkapan tersebut diklaim berasal dari Nabi SAW, maka ia menjadi hadis palsu.

Hadis ke Tiga :

“ SEANDAINYA UMATKU MENGETAHUI PAHALA IBADAH BULAN RAMADHAN, NISCAYA
MEREKA MENGINGINKAN SATU TAHUN PENUH MENJADI RAMADHAN ”

(Lihat, al-Maudhuat, oleh Ibnu al-Jauziy, 2/188; Tanjiih asy-Syari’ah, oleh al-Kanaaniy, 2/153; al-Fawaaid al-Majmu’ah, oleh asy-Syaukaniy, 1/254)

Hadits ini merupakan penggalan dari hadits yg sangat panjang yg diriwayatkan oleh—antara lain—Imam Ibnu Khuzaimah dlm kitabnya Shahih Ibnu Khuzaimah, Imam Abu Ya`la, Imam Baihaqi dlm kitabnya Syu`ab al-Iman. Kutipan hadisnya : “…...Andaisaja hamba-hamba Allah itu mengetahui pahala yg terdapat pada bulan ramadhan, maka umatku akan menginginkan agar ramadhan itu menjadi setahun penuh,.... Maka tidak ada seorang hamba yg berpuasa satu hari pada bulan ramadhan, kecuali akan beristri seorang bidadari dalam sebuah kemah yang terbuat dari mutiara,.... setiap bidadari memakai tujuh puluh busana komplit yg berbeda-beda, setiap bidadari mempunyai tujuh puluh tempat tidur yg terbuat dari rubi merah, .....semua itu adalah untuk setiap hari ia berpuasa di bulan ramadhan”. Setelah dilakukan penelitian di “laboratorium hadits” maka hadits tersebut di atas dinyatakan positif sebagai hadits palsu. Dikarenakan di setiap sanadnya terdapat Jarir bin Ayyub al-Bajali. Oleh para kritikus hadits ia dinilai sebagai pemalsu hadits, matruk, dan munkar (lihat Kitab al-Maudhu`at—Ibn al-Jauzi).

Hadis ke Empat :

“TIDURNYA ORANG YANG BERPUASA ITU IBADAH, DIAMNYA ADALAH TASBIH, AMALNYA DILIPATGANDAKAN (PAHALANYA), DOANYA DIKABULKAN, DAN DOSANYA DIAMPUNI”.

(Hadits ini dilemahkan oleh al-‘Iraaqiy di dalam al-Mughniy, no. 727; dan as-Suyuthiy di dalam al-Jami’ ash-Shaghir, hal. 188; dan telah membenarkan al-Munawiy di dalam al-Faidh, no. 9293 dan Syaikh al-Albaniy sepakat dengan keduanya di dalam kitab adh-Dha`if, no. 5972)

Menurut Imam al-Suyuti hadits ini dhai`f. Namun perlu diingat bahwa di dalam hadits dhai`f juga terdapat hadits munkar, matruk dan maudhu`. Dalam hadits ini, terdapat Ma`ruf bin Hisan (dhai`f), Sulaiman bin Amr al-Nakha`i (lebih dhai`f daripada Ma`ruf, bahkan pendusta), Abd al-Malik bin Umair (sangat dha`if) (lihat Faidh al-Qadir—Muhammad `Abd al-Rauf al-Minawi, Kitab al-Majruhin min al-Muhadditsin—Ibnu Hibban). Berdasarkan data2 ini, maka hadits di atas dihukumi sebagai hadits palsu.

Hadis ke Lima :

“ IBADAH BULAN RAMADHAN ITU TERGANTUNG DIANTARA LANGIT DAN BUMI, DAN TIDAK AKAN DIANGKAT KEPADA ALLAH KECUALI DENGAN MENGELUARKAN ZAKAT FITRAH ”

Dalam kitab al-Jami al-Shaghir-nya, Imam al-Suyuti mengatakan bahwa hadits ini dhai`f, tanpa memberikan alasannya. Dan dalam sanad hadits ini terdapat Muhammad bin Ubaid al-Bashri, seseorang yg tidak dikenal identitasnya (lihat kitab Faidh al-Qadir). Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ibnu `Asakir, dan di dalamnya terdapat rawi `Abd al-Rahman bin Utsman bin `Umar. Rawi ini juga tidak diketahui identitasnya (lihat Silsilah al-Ahadits al-Dhai`fah wa al-Maudhu`ah oleh Syaikh Muhammad Nasiruddin al-Albani). Kesimpulannya, sanad hadits ini tidak dapat dinilai karena ada rawi yang majhul (tidak diketahui).
Lalu bagaimana dengan matan hadits ini? Salah satu tanda hadits palsu adalah apabila matannya bertentangan dengan pokok- pokok ajaran Islam. Selanjutnya, apakah matan hadits ini bertentangan dengan pokok- pokok ajaran Islam? Syaikh al-Albani berkata, “Sekiranya hadits ini shahih, hal itu berarti ibadah puasa ramadhan itu tidak akan diterima oleh Allah sampai yang bersangkutan mengeluarkan zakat fitrah. Dan saya tidak mengetahui apakah ada seorang ulama yang berpendapat seperti itu". Secara umum ajaran Islam tidak pernah menetapkan bahwa ibadah puasa itu berkaitan dengan zakat fitrah, kecuali dalam hal waktu pengeluaran zakat fitrah saja. Puasa apabila telah terpenuhi syarat-syaratnya, maka akan diterima Allah. Dan zakat fitrah bukanlah salah satu syarat diterimanya ibadah puasa.

Hadis ke Enam :

“ BERPUASALAH KALIAN NISCAYA AKAN MENJADI SEHAT ”

(Lihat, Kitab Takhrij al-Ihya`, oleh al-Iraqiy, 3/75; al-Kamil Fi Dhu`afa ar-Rijal, oleh Ibnu ‘Adiy, 2/357; asy-Syidzrah Fi al-Ahaadits al-Musytahirah, oleh Ibnu Thulun, 1/479, al-Fawaid
al-Majmu’ah Fi al-Ahaadits al-Maudhu’ah, oleh asy-Syaukaniy, 1/259; al-Maqashid al-Hasanah, oleh as-Sakhawiy, 1/549; Kasyf al-Khafa, oleh al-Ajluniy, 2/539 dan Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah wa al-Maudhu’ah, 1/420)

Hadits ini merupakan penggalan dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu `Adi di dalam kitab al-Kaamil (VII/2521) melalui jalan Nahsyal bin Sa`id, dari adh-Dhahak, dari Ibnu Abbas. Nahsyal berstatus matruk (tertolak), karena ia disebutkan suka berbohong, dan adh-Dhahak dikatakan tidak pernah mendengarnya dari Ibnu Abbas. Hadits ini diriwayatkan pula dalam kitab al-Ausath (ath-Thabrani), ath-Thibbun Nabawi (Abu Nu`aim), Juz-u (Ibnu Bukhait), dan beberapa lainnya melalui jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abi Dawud, dari Zuhair bin Muhammad, dari Suhail bin Shalih, dari Abu Hurairah. Sanad hadits ini dha`if. Abu Bakar al-Atsram mengatakan, "Aku pernah mendengar Ahmad -dan dia menyebutkan riwayat orang-orang Syam dari Zuhair bin Muhammad- mengatakan, 'Mereka meriwayatkan darinya beberapa hadits munkar orang-orang tersebut' ". Penjelasan-penjelasan mengenai lemahnya sanad hadits ini tercantum dalam kitab Tahdzibul-Kamal (IX/417). Penulis Kitab Shifatu Shawmin Nabi shallallahu `alayhi wasallam fi Ramadhaan mengatakan bahwa hadits ini munkar.
Hadis ke Tujuh :

“ BARANGSIAPA BERBUKA PADA SUATU HARI DARI BULAN RAMADHAN TANPA ALASAN DAN BUKAN KARENA SAKIT, MAKA DIA TIDAK BISA MENGGANTINYA DENGAN PUASA DAHR (SATU TAHUN) SEKALIPUN DIA MENJALANKANNYA ”

(Lihat, Fath al-Bariy, oleh al-Hafidz Ibnu Hajar, 4/161; Misykaah al-Mashabih, tahqiq al-Albaniy, 1/626; Dha’if Sunan ath-Thirmidziy, oleh al-Albaniy, hadits no. 115; alIlal al-Waridah Fi al-Ahaadits, oleh ad-Daruquthniy, 8/270)

Hadits ini disampaikan al-Bukhari sebagai komentar dalam kitab Shahih-nya tanpa sanad. Telah disambung juga oleh Ibnu Khuzaimah, at-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, an-Nasai, al-Baihaqi, dan Ibnu Hajar melalui jalan Abul-Muthawwis, dari ayahnya, dari Abu Hurairah. Ibnu Hajar menyebutkan dalam kitab Fathul-Bari (IV/161) bahwa hadits ini memiliki 3 cacat, yang 2 di antaranya adalah; tidak diketahuinya keadaan Abul-Muthawwis, dan keraguan pada pendengaran ayahnya dari Abu Hurairah. Adapun Ibnu Khuzaimah, setelah meriwayatkannya berkata, "Kalau memang kabar ini shahih, maka sesungguhnya aku tidak mengenal Ibnul-Muthawwis dan tidak juga ayahnya." Dengan demikian hadits ini dihukumi dha`if. Adapun bagi yang telah membatalkan puasanya dengan sengaja pada Ramadhan2 yg lalu, maka cukup baginya mengganti sesuai jumlah hari yang batal tersebut.

Hadis ke Delapan :

“ YA ALLAH ANUGERAHKAN KEPADA KAMI KEBERKAHAN DI (BULAN) RAJAB DAN SYA`BAN SERTA PERTEMUKAN KAMI (DENGAN) RAMADHAN ”

(Hadits Dha’if. Lihat Kitab al-Adzkaar, oleh an-Nawawiy; Mizaan al-I’tidal, oleh adz-Dzahabiy; Majma’u az-Zawaaid, oleh al-Haitsamiy, 2/165 dan Dha’if al-Jami`, oleh al-Albaniy, hadits no. 4395)

Ternyata ada beberapa hadits seputar ramadhan yg cukup bermasalah. Bisa dibilang, semuanya cukup populer di kalangan kita. Lalu bagaimana dengan fadhilah-fadhilah ramadhan? Tentunya, masih banyak hadits2 shahih yg mengungkapkan tentang keutamaan ramadhan, ajakan beramal di dalamnya, dan hal2 yang berhubungan dengannya. Silakan cek pada kitab2 hadits shahih, baik yang berbahasa arab atau yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia . Pada hadits2 shahih itulah selayaknya kita merujuk. Washolallahu ‘ala muhammmad wa ‘ala alihi wa ashhaabihi ajma’in.

[+/-] Selengkapnya...